Misteri Kematian Dosen Untag Semarang: Sejauh Mana Keterlibatan AKBP Basuki?

KabarKabari,- Kasus kematian seorang dosen Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Semarang berinisial DLL (35) tengah menyita perhatian publik setelah sejumlah fakta mengejutkan muncul di tengah penyelidikan polisi. Selain kematian yang dinilai tidak wajar, dugaan hubungan dekat dengan seorang perwira polisi, AKBP Basuki, semakin memperumit lanskap kasus ini.

DLL ditemukan meninggal pada Senin, 17 November 2025, di kamar kostel hotel di Jalan Telaga Bodas Raya, Gajahmungkur, Semarang. Menurut laporan, korban ditemukan tanpa busana dalam kamar nomor 210. Sejak saat itu, Polda Jawa Tengah telah membuka penyelidikan ganda: proses pidana (Reskrim) dan kode etik Polri (Propam).


Fakta-Fakta Awal & Temuan TKP

Penyelidikan awal polisi mengungkap bahwa AKBP Basuki, perwira menengah di Direktorat Samapta Polda Jateng (Kasubdit Dalmas), berada di lokasi secara fisik saat kematian DLL. Menurut Kabid Humas Polda Jateng Kombes Artanto, Basuki memang menginap satu kamar dengan korban, dan kemudian menjadi “saksi kunci” dalam proses penyelidikan. Saat olah tempat kejadian perkara (TKP), polisi menyita sejumlah barang bukti: ponsel korban, laptop, obat-obatan di kamar, serta rekaman CCTV hotel.

Pihak kepolisian juga melakukan autopsi jenazah korban untuk menentukan penyebab kematian yang sesungguhnya. Dari pemeriksaan luar awal (visum luar), tidak terdapat tanda-tanda kekerasan. Namun demikian, kondisi mayat dan temuan di TKP membangkitkan banyak pertanyaan dari keluarga dan pihak kampus tentang kronologi lengkap peristiwa tersebut.


Kondisi Kesehatan Korban sebelum Wafat

Menurut pengakuan AKBP Basuki, sebelum kematian, DLL sempat dirawat atau diperiksa pada 15 dan 16 November 2025 karena tekanan darah tinggi dan kadar gula darah yang sangat tinggi. Basuki menyatakan bahwa ia mengantar DLL ke rumah sakit saat kondisi kesehatan dosen tersebut memburuk. Namun, pernyataan ini tampak berbelit di hadapan penyidik: Basuki kemudian mengaku mengetahui “detik-detik kematian” korban, karena berada satu kamar saat kejadian.


Hubungan Antara DLL dan AKBP Basuki

Salah satu aspek paling sensitif dari kasus ini adalah hubungan pribadi antara korban dan polisi. AKBP Basuki mengakui telah menjalin hubungan asmara dengan DLL sejak sekitar tahun 2020. Lebih kontroversial lagi, keduanya tercatat dalam satu Kartu Keluarga (KK) menurut dokumen administrasi kependudukan, meskipun menurut polisi hubungan mereka tidak berbentuk pernikahan sah.

Pelanggaran ini dianggap serius oleh Bidang Profesi dan Pengamanan (Bidpropam) Polda Jateng. AKBP Basuki telah dikenai “penempatan khusus” (patsus) selama 20 hari oleh Propam mulai 19 November hingga 8 Desember 2025 sebagai bagian dari penyelidikan kode etik Polri. Pelanggaran yang disoroti adalah kesusilaan: “tinggal bersama wanita tanpa ikatan perkawinan sah” adalah tuduhan utama yang tengah diproses.

Kabid Humas Polda Jateng menyatakan bahwa potensi sanksi bagi Basuki bisa sangat berat, hingga pemecatan (Pemberhentian Tidak dengan Hormat, PTDH), tergantung hasil sidang kode etik.


Dugaan Unsur Pidana dalam Kematian DLL

Penyidik reskrim Polda Jateng tidak menutup kemungkinan adanya unsur pidana dalam kematian DLL. Mereka tengah mendalami apakah kematian DLL murni disebabkan oleh penyakit (komplikasi tekanan darah dan gula darah), atau ada keterlibatan pihak lain dalam insiden tersebut. Kombes Artanto menyebut bahwa hasil autopsi akan menjadi salah satu faktor kunci untuk menentukan apakah akan diklasifikasikan sebagai kematian wajar atau kasus kriminal.

Sementara itu, pendalaman juga dilakukan atas status Basuki sebagai saksi sekaligus penghuni kamar. Polisi berupaya merunut hubungan dan keberadaan Basuki di TKP, sekaligus menilai apakah ada bukti pidana lain seperti kelalaian, tindak asusila, atau penyembunyian fakta.


Tuntutan dari Keluarga, Mahasiswa, dan Publik

Keluarga korban dan mahasiswa Untag Semarang meminta transparansi penuh dari pihak kepolisian. Mereka mempertanyakan sejumlah kejanggalan: kondisi tubuh DLL saat ditemukan (tanpa busana), barang-barang pribadi yang diduga hilang, hingga catatan administratif yang memperlihatkan Basuki dan korban tercatat di satu KK. Desakan agar penyelidikan dilakukan secara objektif dan tanpa intervensi politik atau institusi sangat kuat.

Komunitas alumni Untag bahkan menyerukan agar Kapolri dan Kapolda Jawa Tengah mempertimbangkan pemecatan Basuki jika terbukti melakukan pelanggaran etika yang berat.


Kesimpulan dan Tantangan Penyelidikan

Kasus kematian dosen Untag Semarang ini tidak hanya berkutat pada bagaimana dan mengapa DLL meninggal, tetapi juga menghadirkan pertanyaan serius tentang integritas institusi penegak hukum. Hubungan pribadi antara polisi dan korban, dugaan penyalahgunaan etik, hingga potensi unsur pidana menjadikan kasus ini lebih dari sekadar tragedi individual — melainkan ujian terhadap penerapan kode etik dalam tubuh Polri.

Polisi tampak berjalan di garis tipis: memastikan keadilan ditegakkan tanpa menutup mata terhadap kemungkinan pelanggaran institusional. Penempatan khusus AKBP Basuki dan jalannya dua proses (etik + pidana) menunjukkan bahwa Polda Jateng menilai serius kasus ini. Namun, publik dan keluarga korban jelas menuntut lebih dari sekadar penyelidikan — mereka menuntut kepastian, transparansi, dan pertanggungjawaban.

Hingga hasil autopsi dan gelar perkara rampung, semua mata tetap tertuju ke Polda Jateng. Jika proses berjalan adil dan transparan, kasus ini bisa menjadi contoh bagi penegakan etik dan hukum yang tegas, tanpa pandang jabatan. Sebaliknya, jika ada upaya menutup-nutupi, potensi hilangnya kepercayaan publik terhadap institusi polisi bisa menjadi luka sosial yang jauh lebih dalam.

More From Author

Parasut Gagal Mengembang dalam Latihan Terintegrasi, Seorang Prajurit TNI Terluka di Morowali

Pemulung di Bekasi Tewas Seketika Usai Memotong Benda Diduga Peluru Tank

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *