
KabarKabari,- Pada Senin, 8 Desember 2025, sekitar 8.000 kepala desa (kades) dari 37 provinsi di Indonesia, termasuk dari Kalimantan Timur (Kaltim), menggelar aksi damai di kawasan Monumen Nasional (Monas) dan sekitar Istana Negara, Jakarta Pusat. Aksi ini digelar oleh Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI), menuntut pencairan dana desa tahap II tahun 2025 yang selama ini tersendat.
Para kades menyatakan bahwa tanpa pencairan dana tersebut, pemerintahan di tingkat desa bisa terhenti — termasuk pembayaran honor perangkat desa, kader Posyandu, guru ngaji, hingga pelaksanaan program pembangunan yang sudah direncanakan.
Tersandatnya Dana Desa 2025
Kepanikan atas dana desa yang belum cair muncul setelah terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2025 (PMK 81/2025). Peraturan ini menetapkan bahwa pencairan Dana Desa tahap II non-earmark hanya bisa dilakukan jika pengajuan dilakukan sebelum batas waktu yang ditentukan — dan bagi banyak desa, pengajuan dilakukan setelah tenggat tersebut. Akibatnya, puluhan bahkan ratusan desa di berbagai provinsi mengalami kegagalan pencairan.
Contohnya: di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), sekitar 2.123 desa berpotensi gagal menerima Dana Desa tahap II 2025 senilai sekitar Rp 383 miliar. Di Kabupaten Musi Rawas (Sumatera Selatan), 59 desa dicatat tidak dapat mencairkan Dana Desa non-earmark tahap II.
Situasi ini memunculkan keresahan luas di kalangan aparatur desa, karena dana tersebut sangat krusial untuk operasional pemerintahan serta pembangunan dan layanan sosial di desa.
Hasil Aksi & Janji Pemerintah
Setelah aksi di Jakarta, perwakilan APDESI diterima secara resmi di Gedung Sekretariat Negara oleh Juri Ardiantoro selaku Wakil Menteri Sekretaris Negara. Dalam pertemuan itu, pemerintah menyampaikan komitmen penting: pencairan Dana Desa tahap II non-earmark tahun 2025 akan dilakukan paling lambat 19 Desember 2025.
Selain itu, pemerintah sepakat untuk mencabut PMK 81/2025 yang selama ini menjadi sumber kebuntuan.
Langkah ini disambut gembira para kades, karena artinya dana desa — yang sangat mereka butuhkan untuk honor, kegiatan, dan pembangunan desa — akan bisa disalurkan kembali.
Dampak & Risiko Jika Dana Desa Tak Dicairkan
Sebelum pencabutan PMK dan janji pencairan, banyak desa telah merasakan dampak negatif dari tertahannya dana:
- Proyek infrastruktur desa bisa tertunda atau dibatalkan. Di beberapa wilayah seperti Jawa Tengah, tercatat lebih dari 2.000 desa gagal mencairkan dana, sehingga pembangunan sejumlah fasilitas publik menjadi macet.
- Honorer desa — seperti perangkat desa, kader Posyandu, guru ngaji — terancam tidak digaji. Ini bisa menggangu layanan dasar kepada warga.
- Ketidakpastian anggaran membuat manajemen pemerintahan desa sulit direncanakan. Beberapa desa terpaksa menunda program yang sudah disusun rencana kerjanya, karena mereka tidak tahu kapan dana akan tersedia.
Karena itu, pencabutan PMK serta jaminan pencairan sebelum 19 Desember dianggap sebagai “penyelamat” bagi ribuan desa dan jutaan warga yang bergantung pada layanan serta program di tingkat desa.
Reaksi Asosiasi Desa & Tuntutan ke Depan
Para pimpinan asosiasi desa menekankan bahwa pencabutan PMK dan janji pencairan hanyalah langkah awal — tidak cukup jika komitmen itu hanya sebatas dalam bentuk surat. Mereka menuntut:
- Transparansi penuh dalam proses pencairan: rincian kapan dan ke desa mana dana akan dikirim.
- Regulasi yang stabil dan tidak menghambat operasional desa: kebijakan seperti PMK tidak boleh mengganggu kesinambungan pemerintahan dan pembangunan.
- Perlindungan hak-hak perangkat desa dan masyarakat: honor, kegiatan sosial, pembangunan desa harus dipastikan berjalan.
Menurut Ketua DPC APDESI di salah satu daerah (Penajam Paser Utara), pencabutan PMK dan pencairan sebelum 19 Desember adalah harapan besar agar desa “tidak tiba-tiba berhenti” menjalankan fungsi pemerintahan.
Situasi Sebelumnya — Upaya Pemerintah & Ancaman Dana Tahun Depan
Sebenarnya, pemerintah — melalui Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT) bersama Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu) — sudah mengakui bahwa ada desa-desa yang belum mendapat pencairan dana desa tahun 2025. Mereka memberi jaminan bahwa seluruh kekurangan akan dibayarkan pada 2026, tanpa mengurangi pagu Dana Desa tahun anggaran mendatang.
Namun demikian, banyak kepala desa menyatakan bahwa janji tersebut tidak cukup — karena desa butuh dana sekarang, bukan tahun depan. Mereka menekankan bahwa banyak kegiatan dan kebutuhan mendesak (honor, layanan kesehatan, pembangunan, infrastruktur) tidak bisa ditunda.
Krisis Kebijakan & Pentingnya Kepastian Anggaran Desa
Krisis pencairan Dana Desa 2025 — akibat peraturan yang tiba-tiba berubah — sempat mengguncang pemerintahan desa di berbagai daerah. Tanpa dana, layanan dasar bagi masyarakat desa terancam, pembangunan bisa mandek, dan kesejahteraan warga menjadi taruhannya.
Aksi besar-besaran ribuan kepala desa ke Jakarta menunjukkan betapa gentingnya situasi. Dengan pencabutan PMK 81/2025 dan komitmen cairnya dana sebelum 19 Desember, kondisi ini mendapatkan angin segar. Namun tantangan sesungguhnya ada pada pelaksanaan: apakah pemerintah bisa menyalurkan dana tepat waktu — dan apakah regulasi ke depan bisa dibenahi agar masalah serupa tidak terulang.
Bagi jutaan warga desa di Indonesia, krusial bahwa janji itu ditepati — karena di balik anggaran itu ada honor perangkat desa, layanan publik, program pembangunan, dan harapan kehidupan yang lebih baik.

One thought on “Ribuan Kades Datangi Jakarta, Cairkan Dana Desa”