
Skandal naturalisasi pemain timnas Malaysia dengan dokumen palsu kini memasuki babak serius. FIFA secara resmi meluncurkan investigasi penuh terhadap Federasi Sepak Bola Malaysia (FAM), dan bahkan melaporkan dugaan pelanggaran pidana ke otoritas hukum di lima negara. Langkah ini menunjukkan bahwa kasus ini tidak hanya sekadar pelanggaran regulasi sepak bola, tetapi potensi kejahatan lintas batas.
Dari Banding Ditolak ke Penyelidikan Kriminal
Pada 18 November 2025, FIFA merilis laporan “Motivated Decision – Football Association of Malaysia” setebal 63 halaman, sebagai tindak lanjut dari penolakan banding FAM yang sebelumnya diputus pada 3 November. Dalam laporan tersebut, FIFA menegaskan bahwa sanksi terhadap tujuh pemain naturalisasi tetap berlaku. Bahkan lebih jauh, FIFA memerintahkan sekretariatnya untuk melaporkan temuan dugaan pemalsuan dokumen ke otoritas kriminal di lima negara: Malaysia, Brasil, Argentina, Belanda, dan Spanyol.
Menurut FIFA, tindakan tersebut diperlukan “mengingat sifat dan tingkat keseriusan pelanggaran,” terutama karena menyangkut pemalsuan dokumen resmi. Ini menjadi langkah preseden — di mana badan sepak bola dunia mengaitkan kasus naturalisasi ilegal dengan potensi kejahatan pidana lintas yurisdiksi.
Bukti Pemalsuan Dokumen: Akta Kelahiran yang Diubah
Sejumlah bukti baru disampaikan dalam laporan investigasi FIFA. Salah satu yang paling mencolok adalah tangkapan layar percakapan WhatsApp antara pemain dan pejabat FAM, yang memperlihatkan pertukaran dokumen akta kelahiran leluhur (kakek-nenek) yang seharusnya menjadi dasar kewarganegaraan. Menurut FIFA, banyak dari akta tersebut menunjukkan tempat lahir yang bukan Malaysia.
Salah satu momen paling dramatis terjadi saat persidangan disiplin FIFA, ketika salah satu pemain, Gabriel Felipe Arrocha (dulunya tercatat sebagai Gabriel Palmero), secara tidak sengaja mengungkapkan asal keluarganya. “Kakek saya lahir di Venezuela dan nenek saya di Spanyol … maksud saya Malaysia, maaf,” ujarnya. Ungkapan ini, menurut FIFA, memperkuat dugaan bahwa dokumen leluhur telah dimanipulasi agar sesuai dengan syarat kelayakan naturalisasi.
Sanksi Berat dari FIFA
Pada 6 Oktober 2025, Komite Disiplin FIFA menjatuhkan sanksi kepada FAM dan tujuh pemain. FAM didenda 350.000 franc Swiss (sekitar Rp 6,4 miliar). Sementara itu, masing-masing pemain — yaitu Facundo Garcés, Rodrigo Holgado, Imanol Machuca, João Figueiredo, Jon Irazábal, Héctor Hevel, dan Gabriel Arrocha — dikenakan larangan bermain selama 12 bulan untuk semua kompetisi sepak bola, dan denda pribadi sebesar 2.000 franc Swiss.
Sanksi ini bukan hanya sekadar hukuman finansial atau pembatasan olahraga. FIFA juga menilai bahwa pemalsuan dokumen tersebut “merusak integritas kompetisi” dan merupakan bentuk “mengecoh” yang serius.
Kegagalan FAM dalam Pengawasan
Dalam laporan investigasi, FIFA menuding FAM telah gagal melakukan pengawasan internal yang memadai terkait proses naturalisasi. Alih-alih mengecek secara ketat asal-usul pemain dan leluhur mereka, FAM justru diduga “secara aktif” mengajukan dokumen yang dipalsukan untuk memenuhi syarat kelayakan pemain.
FIFA menyebut kemungkinan keterlibatan elemen tertentu di FAM dalam manipulasi dokumen. Menurut badan sepak bola dunia, tidak hanya pemain, tetapi institusi sendiri mungkin terlibat dalam upaya memperlancar naturalisasi ilegal demi memperkuat tim nasional.
Respons FAM: Banding dan Penyangkalan
Menanggapi putusan FIFA, FAM secara resmi menyatakan akan membawa kasus ini ke Court of Arbitration for Sport (CAS) di Swiss. Mereka menyebut bahwa tuduhan pemalsuan tidak benar dan menegaskan bahwa para pemain telah bertindak “dengan itikad baik.”
Dalam pernyataannya, FAM menolak klaim bahwa dokumen-dokumen itu sengaja dipalsukan. Mereka menegaskan bahwa tidak ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa pemain-pemain menyadari atau terlibat dalam pemalsuan. Namun, FIFA mempertahankan bahwa sanksi perlu ditegakkan karena bukti digital dan dokumen asli sangat memberatkan.
Implikasi Besar untuk Sepak Bola Malaysia
Skandal ini memberi dampak yang sangat berat bagi FAM dan sepak bola Malaysia secara umum. Reputasi federasi nasional kini tercoreng, dan potensi konsekuensi tidak hanya administratif: hasil pertandingan, terutama kemenangan 4–0 atas Vietnam di Kualifikasi Piala Asia 2027, bisa dibatalkan atau dikaji ulang.
Di sisi pemerintahan, sorotan publik dan politik semakin tajam. Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, menyatakan bahwa tidak akan ada upaya “tutup-tutupi” dalam penyelidikan atas skandal ini. Sementara itu, FAM sempat menangguhkan Sekretaris Jenderalnya dan membentuk komite independen untuk menyelidiki dugaan kecurangan internal.
Dimensi Kriminal dan Diplomatik
Langkah FIFA melaporkan kasus ini ke otoritas kriminal di lima negara menunjukkan bahwa ini bukan masalah regulasi sepak bola semata, tetapi potensi kejahatan lintas negara — terutama karena akta kelahiran yang dipalsukan berasal dari Brasil, Argentina, Belanda, dan Spanyol, serta Malaysia sendiri.
Jika otoritas hukum di masing-masing negara itu menindaklanjutinya, individu-individu yang terlibat bisa menghadapi dakwaan pidana formal. Ini membuka kemungkinan investigasi kriminal terhadap personel FAM atau pihak-pihak lain yang terlibat dalam proses naturalisasi ilegal. FIFA dengan tegas menyatakan dalam laporannya bahwa “langkah-langkah pidana dapat diambil” sesuai dengan temuan.
Kritik Publik dan Risiko Ke Depan
Dari sisi publik dan pengamat sepak bola, banyak yang menilai FAM telah mempermainkan proses naturalisasi demi ambisi olahraga jangka pendek. Skandal ini dianggap menciderai nilai fair play dan integritas kompetisi nasional.
Bagi FAM, tantangannya sekarang sangat besar: bukan hanya memastikan kemenangan banding di CAS, tetapi juga mempertanggungjawabkan secara hukum atas potensi tindak pidana. Jika otoritas kriminal di negara-negara terkait menindak lanjuti, proses hukum bisa memakan waktu lama dan menimbulkan kerugian reputasi yang berkepanjangan.
Sementara itu, masa depan sepak bola Malaysia berada di persimpangan. Tanpa reformasi mendasar dalam mekanisme naturalisasi dan tata kelola internal, kepercayaan publik dan dunia sepak bola internasional bisa sulit pulih. Investigasi lintas negara menegaskan bahwa integritas olahraga tidak pernah bisa dipisahkan dari hukum dan etika.
